Kesabaran itu menyakitkan

Saya tidak tahu apakah kalian orang yang bersabar? Apakah kalian kuat menjalani kesabaran tersebut? Wajar apabila kita menanyakan kapan kesabaran ini berakhir, ada ungkapan begini, orang sabar termasuk orang yang disayang allah, ungkapan itu lumayan sebagai bensin penyemangat dikala hidup banyak yang tidak pasti

Aku bukan ingin sombong kepada siapapun, aku hanya menjalani rutinitas biasa, bangun pagi beres-beres warung, menyapu, menanak nasi, dan berjualan, sehabis jualan lanjut tidur, rasanya pola kegiatan aku sehari-hari hanya seputar itu saja. Lalu receh-receh uang mengalir dengan tersendat-sendat, jujur saja aku berdagang berpenghasilan minimum, jika bisa disimpulkan, untung itu hanya untuk cicilan rumah, hanya ada hiburan jajan sedikit, untuk mengobati kesabaran yang semakin menipis. Apakah aku terlalu awal untuk menagih hasil kesabaranku?

Dilematis yang aku alami adalah, aku ada cicilan rumah KPR, ini yang membuat keuntungan dari hasil dagang 99% mengarah kesitu, lantas aku tidak bukan tidak bersyukur, sekali lagi dengan menulis ini mungkin ada rasa sedikit lega di hatiku, yups bukan tidak bersyukur, memang sebelumnya aku mengontrak dengan biaya sekitar 600 ribu yah sekitar 60% dari cicilan KPR sekarang, sejujurnya yang bikin kesabaran aku berat dan merosot adalah, aku tidak bisa menikmati hasil keuntunganku.

Tapi apa emang betul seperti itu, saya tidak tahu, hal yang saya ingat ketika punya uang adalah belanja, kadang saya ber-asumsi jika saya tidak mengamblik KPR, apakah uang itu akan utuh semata, atau mengikuti keinginan nafsu semata. Rasanya aku juga orang yang tidak kuat menahan nafsu. Saya tidak tahu keadaan yang serba bimbang seperti ini. Sedangkan waktu terus berjalan, semua kekhawatiran itu tergerus oleh waktu.

Yang saya butuhkan adalah surflus ekonomi, saya menyadari harga rumah KPR  yang saya emban terbilang kecil, bahkan kita tidak tahu harga rumah dimasa depan yang mungkin akan melambung tinggi, ini juga kekhwatiran generasi mudah Indonesia terhadap kepemilikan rumah. But kalo dipilih kapan saya akan mengambil rumah, entah cicil atau cash, adalah di zaman sekarang, tahun sekarang.

Mencoba peruntungan pencarian kerja pun hasilnya nihil, mungkin bidang yang saya geluti ketika kuliah tidak dibutuhkan ketika bekerja, saya heran kenapa dunia kuliah dan kerja tidak berkesinambungan. Rasanya sangat bosen ketika CV kita hanya dilihat tapi tidak dihubungi, lagi-lagi bersabar dan bersabar, saya masih ingat salah satu temen saya sempet trauma karena tidak kunjung kerja, padahal beliau sama-sama lulusan sarjana seperti saya, mungkin juga kalo saya tidak berdagang, saya akan menjadi apa? Tidak tahu juga sangat berat dan dilema

Apa yang kita dapet di umur sekarang? Enyah-enyah jauh pertanyaan seperti itu, bisa makan dan istrirahat dengan tenang saja sudah bersyukur. Kapan ini semua ber-akhir saya tidak tahu. Semoga saya termasuk orang-orang yang tidak merugi.